Tradisi Ngaben di Bali bukan hanya dilakukan dengan prosesi pembakaran jenazah. Selain itu ada juga upacara mengubur jenazah yang biasa dikenal dengan ngaben beya tanem. Tradisi ini selalu dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Bali yang tempat tinggalnya di daerah pegunungan.
Melansir dari Katadata, upacara ngaben beya tanem tidak lepas dari unsur-unsur upacara pada zaman prasejarah sampai pada masa Bali Kuno sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dari Majapahit.
Pelaksanaan tradisi Ngaben ada berbagai tata caranya, semua tergantung pada kemampuan keluarga jenazah. Selain itu, tata cara pelaksanaan tradisi Ngaben juga menyesuaikan kebijakan adat secara turun-temurun.
Berikut adalah beberapa jenis upacara Tradisi Ngaben:
- Tradisi Ngaben Sawa Wedana
Tradisi ini dilaksanakan ketika kondisi jenazah masih dalam keadaan utuh atau tidak dikubur terlebih dahulu. Pelaksanaan Tradisi Ngaben Sawa Wedana antara 3-7 hari setelah jasad meninggal.
- Tradisi Ngaben Asti Wedana
Tradisi ini adalah upacara Ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang pernah dikubur. Upacara ini juga diikuti dengan upacara Ngagah. Upacara Ngagah adalah upacara menggali kembali kuburan dari jenazah yang sudah pernah dikubur untuk kemudian dilakukan upacara tulang belulang yang tersisa. Prosesi ini dilakukan dengan memerlukan syarat dan ketentuan sesuai tradisi dan aturan dari desa setempat.
- Tradisi Ngaben Swasta
Tradisi Ngaben Swasta adalah upacara ngaben dengan cara tanpa memperlihatkan jenazah ataupun kerangka mayat. Hal ini dilakukan biasanya karena beberapa alasan antara lain meninggal di tempat jauh atau di luar negeri contohnya, atau jenazah tidak ditemukan, dan lain sebagainya. Pada upacara ini, biasanya jasad akan disimbolkan dengan kayu cendana yang dilukis dan diisi dengan aksara magis sebagai simbol badan dari orang yang meninggal tersebut.
- Tradisi Ngaben Ngelungah dan Warak Kruron
Tradisi Ngaben Ngelungah adalah upacara untuk anak yang belum tanggal gigi. Sedangkan Warak Kruron adalah upacara yang diselenggarakan untuk bayi. Upacara dilaksanakan secara massal bertujuan untuk meringankan beban biaya tanpa mengurangi makna upacara tersebut.
Baca juga artikel:
Ritual Ma’palao, Tradisi Menggoyang Peti Jenazah Asal Toraja