Ritual pemakaman jenazah di Sulawesi Selatan yaitu rambu solo memiliki keunikan. Pesta kematian atau yang lebih dikenal dengan sebutan rambu solo, lebih tepatnya di Toraja, Sulawesi Selatan memiliki sejumlah ritual, salah satunya adalah Ma’palao.
Ma’palao adalah tradisi unik suku Toraja. Tradisi ini adalah mengeluarkan jenazah lalu mengarak sambil menggoyangkannya. Jenazah diarak mengelilingi kampung, lalu diletakkan ke rakkean sebagai tempat peristirahatan terakhir. Ma’palao bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa ada kedukaan.
Melansir dari berbagai sumber, biasanya sebelum ritual Ma’palao dimulai akan ada penyembelihan kerbau. Setelah itu, gong dibunyikan pertanda bahwa ritual dimulai. Warga yang terdiri dari ratusan orang mengenakan baju hitam, kemudian bersiap untuk melakukan prosesi Ma’palao.
Peti mayat akan digoyang-goyang sebagai bentuk luapan emosional keluarga dan tanda kasih sayang. Tepat di belakang arak-arakan jenazah, terdapat sejumlah perempuan yang membentangkan kain merah, biasanya kain merah tersebut dipegang oleh anggota keluarga. Maknanya adalah sebagai tanda berkabung.
Hal lain yang membuat ritual Ma’palao ini adalah proses ritualnya selalu dilakukan pukul 12.00 Wita.
Upacara adat pemakaman atau ritual pemakaman toraja ini masih dijaga dan terus dilestarikan. Hal tersebut sebagai bentuk rasa hormat terhadap leluhur suku Toraja yang sudah lebih dulu melakukan tradisi itu.
Pancang peti dipotong terlebih dahulu menggunakan gergaji, sehingga hanya tersisa peti jenazah saja. Hal menarik lainnya adalah peti tersebut tidak dikuburkan di dalam tanah, melainkan dimasukkan ke dalam goa atau rumah kecil yang dibuat khusus menyimpan peti jenazah.
Peti jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam rumah khusus tersebut menandakan bahwa sang roh sudah tidak ada lagi di dunia. Dia telah diantarkan oleh kerbau-kerbau yang dikorbankan menuju alam roh.
Baca juga artikel: